Wisata Sejarah di Batavia II
KABUPATEN Lebong adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang diresmikan 7 Januari 2004 lalu. Sebelumnya, Lebong merupakan bagian dari Kabupaten Rejang Lebong, daerah potensial penambangan emas sejak zaman dahulu. Selain dikenal dengan sebutan Batavia II, Lebong juga merupakan daerah penghasil emas. Bukan kabar burung lagi, bahkan emas yang ada di ujung tertinggi Monumen Nasional (Monas) di Jakarta dan menjadi kebanggaan bangsa ini diketahui berasal dari Kabupaten Lebong yang saat ini masuk dalam kategori daerah tertinggal.
Di Kecamatan Lebong Utara, penambangan emas primer telah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda dan masih berlangsung hingga sekarang. Bagi sebagian besar masyarakat di kecamatan ini, khususnya Desa Lebong Tambang, pekerjaan penambangan emas merupakan pekerjaan utama mereka sehari-hari. Sedangkan bertani merupakan pekerjaan sampingan. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan penambangan emas ini dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Umumnya, masyarakat melakukan penambangan secara konvensional secara turun-temurun. Di Lebong Tambang, rakyat telah mendapat izin sebagai penambang dengan dikeluarkannya WPR (wilayah pertambangan rakyat) oleh dinas terkait. Tetapi sebagian besar penambang di daerah Tambang Sawah dan daerah Hulu Ketenong umumnya merupakan penambang ilegal atau dikenal juga sebagai PETI.
Menariknya, beberapa situs sejarah di daerah ini cukup menjanjikan untuk dijadikan kawasan wisata. Seperti di Lebong Tambang, terdapat tujuh buah lubang penggalian dengan kedalaman maksimum sampai 50 meter. Hanya saja, lubang yang masih aktif sampai sekarang hanya tiga lubang yakni lubang lapan (sisa buangan kegiatan penambangan Belanda), lubang kacamata dan lubang dalam (di daerah Saringan).
Umumnya pula, para penambang melakukan pengolahan dengan menggunakan tromol atau glundung dan memakai air raksa sebagai penangkap molekul-molekul emas. Pengolahan dimulai dengan cara menumbuk batu-batu sehingga menjadi butiran-butiran berukuran halus. Selanjutnya, dipisah menggunakan glundung
dengan sistem merkuri amalgam hingga menghasilkan bullion yang selanjutnya dijual ke toko yang telah menjadi langganan penambang.
Untuk diketahui, glundung adalah besi besar berbentuk silinder yang berfungsi untuk memisahkan batu-batu dan pasir serta molekul emas dan perak dengan menggunakan kincir air untuk menggerakkan glundung dan memakai air raksa (Hg) sebagai penangkap molekul-molekul emas dan perak.
Sayangnya, kejayaan Lebong pada zaman kolonial dulu, kini hanya menyisakan puing-puing bangunan. Bangunan sejarah itu perlahan terkikis oleh tangan-tangan jail. Sedangkan Pemkab Lebong tampaknya tertarik menjadikan lokasi ini sebagai salah satu tempat kawasan wisata andalan. Terbukti, bangunan peninggalan zaman kolonial belanda inipun saat ini sudah banyak yang dihancurkan masyarakat untuk mencari keuntungan pribadi.
Sejatinya, dengan dilakukan pelestarian bangunan-bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda ini, dapat menjadi sektor penyumbang ilmu pengetahuan
bagi anak cucu kita kedepan. Namun kondisinya sekarang, tak hanya sudah banyak yang hancur oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, namun lahan salah satu bangunan peninggalan zaman kolonial ini ternyata sudah diberikan kepada salah satu perusahaan yang bergerak pada pertambangan emas. Akibatnya, sisa-sisa bangunan ini semakin terancam tak bersisa. (debi antoni - Radar Utara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.