Welcome to My Blog.....

Senangnya Bisa Berbagi Kepada Teman-teman Semua.....

Cari Blog Ini

Laman

Jumat, 25 Maret 2011

Wisata Bahari, Antara Potensi dan Abrasi





 
Wisata Bahari, Antara Potensi dan Abrasi

TAK jauh berbeda dengan beberapa obyek wisata lain, wisata alam bahari di Putri Hijau juga menawarkan kesejukan, kenyamanan dan pesona keindahan. Namun sayangnya, aset daerah yang menjanjikan kontribusi besar bagi pembangunan dan kemajuan daerah itu masih belum digarap maksimal.
Sepanjang kawasan pantai di Kecamatan Putri Hijau, ada beberapa titik yang kerap dijadikan tempat berwisata sekaligus pusat keramaian ketika moment-moment tertentu. Beberapa titik itu diantaranya Pantai Kota Bani di Simpang Karang Pulau, Pantai Indah (PI) dan Pantai Desa Pasar Seblat.
Di setiap titik obyek wisata ini, rata-rata menawarkan daya tarik tersendiri. Seperti Pantai Kota Bani Simpang Karang Pulau misalnya, lokasi pantai ini tak sulit ditemukan. Sebab tempatnya berada tepat di sisi jalinbar Ketahun-Putri Hijau. Nelayan tradisional serta berbagai pemandangan alam dapat dinikmati di lokasi ini. Begitu pula sapaan ramah warga yang ada di sekitar lokasi.
Begitu juga ketika Tim Radutraveling mengunjungi obyek wisata di Desa Pasar Seblat. Saat tiba di lokasi ini, kami disambut hamparan pantai luas dengan suasana yang nyaman. Lokasi ini memang sudah terbiasa dengan keramaian pengunjung. Tak heran jika kawasan bahari ini sudah menantikan kehadiran anda dengan lokasi parkir yang luas untuk kendaraan. Menariknya lagi, di lokasi ini kita bisa berwisata kuliner, menikmati hidangan dengan menu khas masakan pantai. Karena keindahan alamnya, lokasi ini selalu dipadati pengunjung lokal maupun dari luar daerah. Terlebih saat moment tertentu seperti hari libur, wisata bahari Desa Pasar Seblat ini selalu ramai dikunjungi.
Lokasi Pantai Seblat ini memang sedikit berbeda dengan obyek wisata lain di wilayah Putri Hijau. Sebab pengunjung harus menikmati perjalanan melintasi permukiman penduduk sepanjang lebih dari 500 meter dari Jalinbar. Jangan khawatir, pengunjung yang datang tak perlu repot berjalan kaki. Sebab kendaraan yang mengantar para pengunjung dapat langsung parkir di tepi pantai dengan sarana jalan sangat memadai.
Obyek wisata bahari ini memang potensial untuk dikembangkan. Hanya saja, selain belum digarap maksimal, lokasi wisata bahari di Putri Hijau saat ini juga terancam. Sebab gerusan abrasi semakin menggila. Sehingga diperlukan penanganan khusus yang harus dilakukan masyarakat bersama pemerintah tentunya.
Seperti diungkapkan pemuda Kota Bani Hengki Zulnofi SIP, beberapa titik kawasan wisata di wilayah Putri Hijau terjadi secara alami. Sehingga membentuk sebuah obyek wisata yang menjanjikan. "Sudah saatnya dikembangkan sekarang. Kalau dulu okelah, karena masih terbatas. Dengan keragaman manusia dan kesibukan yang ada sekarang, saya pikir waktu yang tepat untuk mengembangkan wisata di daerah kita ini," ujar Hengki.
Disisi lain, Ketua Forum Karang Taruna Putri Hijau Zamari mengatakan, beberapa tahun terakhir pihaknya bersama karang taruna fokus kepada penataan dan penghijauan kawasan pantai dan pesisir sungai. Hal ini dilakukan pihaknya karena beberapa kawasan mengalami kerusakan. Menariknya, meski dengan segala keterbatasan, lokasi ini masih ramai dikunjungi.
Hal senada juga dakui Kades Pasar Seblat Ahmad Toni. Menurutnya, demi untuk menggeliatkan kehidupan masyarakat di sekitar lokasi wisata ini, dalam lima tahun ke depan pihaknya menargetkan Pantai Desa Pasar Seblat ini menjadi pusat wisata bahari. "Target kami begitu, dukungan dan support semua pihak sangat kami harapkan," katanya. (Ependi Harian - Radar Utara)
   

Kamis, 24 Maret 2011

"Sepotong Surga" di Sungai Suci




"Sepotong Surga" di Sungai Suci

SIAPA yang tak kenal dengan keindahan Pantai Sungai Suci di Desa Pasar Pedati Kecamatan Pondok Kelapa. Sejak pemekaran beberapa waktu lalu, kawasan yang tadinya masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, saat ini obyek wisata yang berjarak sekitar 1 Km dari jalan lintas provinsi tersebut termasuk teritorial Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng).
Keindahan Pantai Sungai Suci dikenal memang asri dan masih alami. Tak berlebihan jika sebagian orang mengibaratkan kawasan ini sebagai "sepotong surga" yang mendamaikan. Sayangnya, meski menyimpan potensi keindahan dan kesan natural, obyek wisata ini belum tergarap maksimal. Padahal jika dikembangkan, banyak pihak yang yakin obyek wisata ini mampu menjadi lokasi wisata andalan bagi Kabupaten Benteng yang memang masih perlu banyak menggali potensi untuk mendongkrak PAD.
Ketika Tim Radutraveling mengunjungi lokasi ini, Samsul Syahri SE, pihak ketiga yang mengelola retribusi sejak 1 tahun terakhir mengaku, dengan keterbatasan fasilitas seperti saat ini saja, Pantai Sungai Suci ini cukup ramai dikunjungi ketika hari libur. "Selain warga Benteng sendiri, pengunjungnya pun datang dari kabupaten dan provinsi tetangga. Ini menandakan aset wisata ini benar-benar layak untuk dikembangkan. Sebab dari letaknya saja, Pantai Sungai Suci ini sangat strategis dan mudah dijangkau dari Kota Bengkulu," katanya. Selain itu, beberapa fasilitas penunjang seperti hotel dan warung makan juga telah tersedia.
Ditambahkannya, lokasi Pantai Sungai Suci ini mempunyai kawasan pantai terbentang sepanjang 2 KM. Menariknya, kawasan ini juga dihiasi dengan batu cadas dan nuansa alami cukup memberikan nilai lebih dan kenyamanan. "Untuk para pengunjung datang dari segala penjuru. Baik dari Kota Bengkulu dan kabupaten tetangga, bahkan ada juga wisatawan asing yang datang ke sini. Apalagi saat hari libur, para pengunjung sangat banyak. Bahkan berjumlah ratusan orang. Sedangkan untuk hari-hari biasa para pengunjung tak begitu banyak dan itupun didominasi anak muda," imbuhnya.
Selain menyimpan keindahan, lokasi wisata ini juga menjadi pusat masyarakat untuk mengumpulkan batu bara, mencapai ratusan ton. Tak kalah menarik, di bibir pantai juga terdapat warga yang sejak 2 bulan terakhir mencari emas. Jika aset ini dikembangkan dengan serius, tentu aktivitas masyarakat mendulang emas dan mengumpulkan batu bara itu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. "Hal utama yang harus dilakukan pihak pemerintah saat ini yakni seperti kendala status tanah di lokasi wisata tersebut yang saat ini diklaim sebagian besar milik masyarakat. Kondisi ini seharusnya mendapat tanggapan serius dan langkah cepat oleh pemerintah daerah," kata Samsul.
Selain penuntasan status tanah, Pemkab juga harus berani menertibkan pondok-pondok tertutup milik warga yang sudah bertebaran di lokasi wisata dan menimbulkan imej negatif. "Sebenarnya kita juga resah terhadap keberadaan pondok tertutup yang dimungkinkan dimanfaatkan oleh pengunjung terutama para pemuda pasangan kekasih untuk melakukan perbuatan tak senonoh. Selain itu keberadaan para pengumpul limbah batu bara juga sanagat merusak pemandanagan di sekitar lokasi wisata ini. Untuk itu kita berharap agar Pemkab Benteng dapat turun tangan melakukan pembenahan dan penataan terhadap lokasi wisata sungai suci ini," imbuhnya.
Terpisah, Kepala Desa Pasar Pedati Rahaya mengatakan, saat ini keberadaan Pantai Sungai Suci nyaris terbengkalai. Meski demikian, keindahan natural lokasi ini tak mengurungkan niat pengunjung untuk melepaskan penat di obyek wisata ini."Kalau dengan kondisi ini saja pengunjungnya sudah banyak, apalagi jika dikembangkan maksimal. Kami yakin akan menguntungkan daerah dan akan membuat geliat ekonomi masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, Pemkab mestinya dapat membaca dan memanfaatkan peluang ini," kata Rahaya. (Evan Lexuan - Radar Utara)

Menghirup Aroma Sejuk di Danau Harum Bastari






Menghirup Aroma Sejuk di Danau Harum Bastari

SEBAGAI kabupaten yang terkenal dengan kesejukan alamnya, Bumi Pat Petulai Kabupaten Rejang Lebong memiliki banyak potensi wisata yang layak untuk dikunjungi. Pekan ini, Tim Radutraveling akan mengajak pembaca menghirup udara sejuk di Danau Harum Bastari. Mau tahu lebih banyak tentang aset wisata andalan Rejang Lebong ini? Ikuti perjalanan kami.
Dari perjalanan Tim Radutraveling belum lama ini, diketahui hamparan danau yang dikelilingi bukit ini sudah lama terkenal. Bahkan sejak zaman kolonial dulu, danau ini memang sudah dikenal dengan kesejukan alamnya. Saat itu, Danau Harum Bastari ini dikenal dengan Pematang Danau. Seiring waktu, lokasi ini berubah nama menjadi Danau Mas. Entah karena alasan apa, kemudian beberapa tahun lalu danau ini lebih dikenal dengan nama Danau Harum Bastari.
Obyek wisata itu terletak di Desa Karang Jaya Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jika kita berangkat dari Kota Curup, kita tak mesti berlama-lama di perjalanan. Sebab untuk menuju lokasi, kita hanya butuh waktu sekitar 1 jam dengan menggunakan kendaraan berkecepatan sedang. Sebab lokasi ini berjarak sekitar 19 Km dari Curup atau sekitar 25 Km dari Lubuk Linggau Sumatera Selatan.
Ketika tiba di lokasi, kita akan disambut pesona alam perbukitan yang mengelilingi danau. Karena lokasi wisata ini berada di jalur lintas Curup-Lubuk Linggau, sehingga keindahan alamnya pun bisa kita nikmati dari pinggir jalan lintas tersebut. Hanya saja, posisi danau sedikit berada di lembah, persis di bagian bawah tepi jalan. Namun bagi anda yang ingin merasakan sejuk lebih lekat, jalan menuju lokasi danau ini pun sudah permanen dan dapat dengan mudah dilalui. Bahkan untuk para pengnjung luar kota, tidak perlu khawatir memikirkan tempat untuk bermalam. Sebab selain hotel, di sekitar danau tersebut juga banyak terdapat vila cantik.
Selain dengan latar daerah perbukitan yang mengelilinginya, wisatawan juga akan dimanjakan dengan suguhan hamparan hijau dan beningnya Danau Harum Bastari. Obyek wisata seluas 36 hektar ini juga memiliki berbagai fasilitas seperti perahu yang biasa dikendarai untuk mengelilingi danau. Selain itu, sepeda air menyerupai angsa yang biasa digunakan pasangan mesra pun turut menjadi daya tarik. Seiring waktu, belakangan kehadiran banana boat juga semakin membuat lokasi wisata ini semakin ramai dikunjungi.
Tak cukup sampai disitu, peran Pemkab Rejang Lebong guna memajukan wisata daerah tampaknya sudah bisa dirasakan. Sebab selain beberapa fasilitas tersebut, di lokasi Danau Harum Bastari ini juga terdapat zona out bound yang dijamin dapat menguji adrenalin, dari zona jaring laba-laba hingga flying pop's yang melintas di pinggiran danau juga dapat ditemui.
Sebagai fasilitas pendukung lain, lokasi ini juga dilengkapi dengan taman di bawah pepohonan di sisi timur danau. Di lokasi ini pula terdapat beberapa kursi ayun besi yang biasa digunakan bermain oleh anak- anak atau pasangan muda-mudi.
Kemana tujuan wisata anda pekan ini? Pastikan, selalu simak informasi menarik tentang obyek wisata Provinsi Bengkulu hanya di Traveling Radar Utara. (Sanca- Radar Utara)

Membunuh Murung di Tapak Batu, Lais


Aura Batu Cinta di Air Terjun Balam







Aura Batu Cinta di Air Terjun Balam

KABUPATEN Bengkulu Utara (BU) menyimpan banyak potensi wisata yang belum tergali. Terbukti, baru-baru ini warga menemukan obyek wisata air terjun di Desa Balam Kecamatan Air Padang. Meski air terjun yang ada tak terlalu tinggi, namun keindahan alam serta kesan natural yang terpancar dari obyek wisata ini cukup mampu diandalkan untuk dikembangkan. Mau tahu lebih banyak tentang air terjun yang baru ditemukan ini? Ikuti perjalanan Tim Radutraveling berikut.
Karena baru ditemukan, air terjun ini belum diberi nama khusus. Hanya saja, air terjun dengan ketinggian sekitar 12 meter tersebut sering disebut dengan Air Terjun Balam. Simpel saja, nama ini diambil dari nama desa karena lokasi itu masuk dalam wilayah Desa Balam Kecamatan Air Padang. Tak hanya mampu menarik minat dengan air terjun yang dimiliki, namun obyek wisata ini juga memancarkan aura kesejukan. Tak heran, kesejukan ini mampu membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati keindahan alam tersebut. Apalagi jika kunjungan kita ke lokasi ini juga disertai dengan aktivitas camping.  Hmm... Pasti asyik..
Untuk menuju lokasi wisata alam ini, kita tak perlu pusing. Karena letaknya cukup dekat dari Ibukota Bengkulu Utara, Arga Makmur. Dari Arga Makmur, lokasi wisata ini mempunyai jarak sekitar 12 Km. Nyamannya lagi, kendaraan kita bisa sampai hingga ke lokasi air terjun.
Ketika tiba di lokasi, kita akan disambut dengan pemandangan alam yang masih asri dan udara segar. Pada beberapa kesempatan seperti hari libur, lokasi ini cukup ramai didatangi pengunjung lokal. Wajar saja, karena lokasi ini baru, sehingga belum banyak pelancong yang datang dari luar kabupaten. Biasanya, mereka yang datang lebih memilih untuk mengajak keluarga dan orang-orang yang disayangi. Banyak juga yang datang dengan membawa peralatan masak juga pancing. Jadi, ketika pancing berhasil mengail ikan, ikan itu pun bisa langsung dimasak di pinggir sungai. Bahkan selain tempat rekreasi, wisata alam air terjun ini juga sering digunakan sebagai lokasi kemah para remaja.
Menariknya lagi, keindahan alam ini juga didukung dengan batu menyerupai lambang cinta. Banyak yang berpendapat, aura kesejukan di lokasi ini juga terpancar karena adanya batu unik itu. Kesan alami dan indah memang terpancar. Saking alaminya, belum ada satupun penjual makanan di sekitar lokasi air terjun ini. Nah, ini juga informasi buat anda yang ingin berkunjung. Sebab jika ingin ngemil atau makan di tempat ini,  kita harus membawa makanan dari luar.
Menurut penuturan pemandu wisata, Sohari yang menemani Tim Radutraveling belum lama ini, air terjun di Desa Balam ini dulunya hanya ramai dikunjungi oleh para pengunjung pada hari-hari besar saja. Seperti, Hari Raya Idul Fitri atau 17 Agustus dan saat musim liburan sekolah saja. Namun saat ini, pada hari-hari biasa pengunjung sudah mulai ramai.
Menurutnya, dulu ketinggian air terjun tersebut mencapai 15 meter dan hanya ada satu pancuran saja. Hanya saja, karena digerus waktu, dataran tempat mengalirnya air terjun itu terkikis. Sehingga air terjun terbelah menjadi dua bagian. Meski demikian, kondisi ini justru memberikan daya tarik tersendiri, karena air terjunnya bertambah luas.
Ditambahkan Sohari, saat ini aparatur desa telah membuka daerah wisata tersebut dengan dana PMPM yang diterima Desa Balam. Jika sebelumnya untuk menuju lokasi pengunjung harus jalan kaki, nah sekarang ini kendaraan sudah bisa masuk. Dia berkeyakinan, jika aset wisata ini dikembangkan serius, lokasi ini bisa menjadi ikon wisata sekaligus bisa menggeliatkan ekonomi rakyat di sekitar tempat itu.
Sementara menurut Camat Air Padang, Hendri Kisinjer SE MM, selaku camat yang baru menjabat di Air Padang, dia mendukung upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengembangkan lokasi itu. Karena dia belum sempat berkunjung ke lokasi yang dimaksud, dalam waktu dekat rencananya dia akan mengunjungi lokasi tersebut. "Saya sangat mendukung upaya masyarakat melalui PNPM membuka daerah itu dengan memperlancar akses transportasi. Mudah-mudahan saja potensi ini dapat dikembangkan dan akan berpengaruh positif terhadap kehidupan warga kita. Dalam waktu dekat, saya juga akan mengecek lokasi itu," kata camat. (Wahyudi - Radar Utara)

Air Terjun Tiga Tingkat di Desa Air Putih Putri Hijau




Air Terjun Tiga Tingkat di Desa Air Putih Putri Hijau
Ibarat Perawan yang Terabaikan

RAMAH dengan alam berarti kita mencintai dan berusaha menjaga kelestariannya. Jika kamu berjiwa muda dan suka tantangan serta keindahan, berwisata di air terjun tiga tingkat Desa Air Putih Kecamatan Putri Hijau Bengkulu Utara (BU) adalah salah satu jawabannya. Belum banyak yang tahu dengan obyek wisata ini. Namun bagi warga Putri Hijau, air terjun ini sering disebut dengan Air Terjun Tembulun.
Keindahan alam dipadu dengan masih alaminya wilayah ini diyakini mampu menghilangkan penat dan stres akibat sibuknya aktivitas. Suara merdu jangkrik dan gemercik air seakan berpadu, melantunkan nada yang hanya bisa didengar dan dirasakan bagi mereka yang mencintai alam. Tak hanya itu, lokasi ini juga cocok dijadikan tempat bertafakur, mengagumi kebesaran Tuhan.
Untuk menempuh lokasi wisata ini, Tim Radutraveling harus meluangkan waktu seharian. Perjalanan dari pusat kecamatan akan dapat ditempuh dengan kendaraan sepeda motor atau mobil sepanjang lebih dari 25 Km menuju ke Desa Air Putih. Tak sulit untuk menjangkau Air Terjun Tembulun ini. Sebab dari Desa Air Putih, pengunjung masih dapat menggunakan kendaraan baik motor atau mobil yang akan menempuh jarak sepanjang 12 Km. Sayangnya, jika cuaca tak bersahabat, jalan koral berlumpur akan menjadi rintangan menuju lokasi.
Memasuki jalan menuju ke Sungai Tembulun, sapaan ramah warga yang berdomisili di kawasan perkebunan sawit dan kopi akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung dalam perjalanan sepanjang 7 Km.
Setelah itu, barulah nyali kita ditantang. Sebab untuk menuju lokasi, kita harus dihadapkan dengan tebing curam dengan derajat kemiringan mencapai 70 derajat. Jalan kaki pun menjadi solusi akhir untuk menuju lokasi.
Layaknya seorang Tarzan, Tim Radutraveling mesti berhati-hati menuruni bukit dengan bantuan akar pepohonan. Di titik inilah, petualang harus diarahkan oleh penunjuk arah. Sebab kondisi alam memang belum terjamah. Sehingga tak ada bekas jalan ataupun jalur yang telah ditentukan kecuali orang yang memang sudah memahami dan paham lokasi.
Indah dan natural. Inilah kesan awal saat tiba di kawasan bibir sungai Muara Tembulun. Hanya saja, untuk menuju air terjun tembulun yang terdiri dari tiga tingkat dengan ketinggian total mencapai 50 meter itu, perjalanan harus dilanjutkan dengan menggunakan perahu penyebrangan sederhana. Tanpa keahlian profesional dan alat bantu layak, jangan coba-coba untuk berenang menyebrangi sungai dengan kedalaman mencapai lebih dari 15 meter itu.
Sepintas memang mudah ditaklukkan. Namun waspadalah, kedalaman air dengan derasnya arus dapat menimbulkan resiko besar petualang. Sejauh ini, belum ada wisatawan yang datang untuk tujuan wisata ke lokasi ini dan alamnya pun tak terjamah. Saat ini, kawasan ini hanya dijadikan penduduk setempat sebagai lokasi pencairan ikan, itu pun tak rutin dilakukan. Kunjungan lain yang mendatangi lokasi ini beberapa waktu lalu yakni beberapa tim dari berbagai lembaga termasuk PNPM yang mencoba merintis pembangunan PLTA. Namun sayangnya, hingga saat ini rencana itu belum terwujud. (Efendi Harian- Radar Utara)

Pesona Kesejukan Alam Bumi Kutai Belek Tebo







Pesona Kesejukan Alam
Bumi Kutai Belek Tebo


DANAU tes merupakan salah satu aset wisata di Kabupaten Lebong. Sebelum dimekarkan menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Lebong, danau ini masuk dalam wilayah Kabupaten Rejang Lebong. Jika Pemkab Lebong berupaya maksimal mengenalkan aset wisata ini, diyakini aset tersebut akan dapat menambah penghasilan bagi daerah. Setidaknya, memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Potensi Danau Tes didukung dengan pemandangan di sekitar kawasan danau yang terletak di Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong memang tak pernah habis sejauh mata memandang. Selain dikelilingi kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Danau Tes juga menyimpan pesona alam yang tak kalah menariknya untuk dikunjungi.
Selain sebagai tempat wisata, Danau Tes juga merupakan pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Bengkulu. Mungkin belum banyak masyarakat yang mengetahui, jika Danau Tes yang menjadi salah satu objek wisata andalan di Kabupaten Lebong adalah Danau yang terbesar yang ada di Provinsi Bengkulu. Danau yang terbentang dari Kutei Donok (Kota Donok, red) sampai ke Kelurahan Tes Kecamatan Lebong ini memiliki luas lebih kurang 750 hektar.
Untuk menempuh Danau Tes ini, dengan kemajuan Kabupaten Lebong sekarang sangat tidak sulit untuk dijangkau. Apalagi, dengan pembangunan yang dilakukan oleh Pemkab Lebong saat ini Danau Tes hanya berjarak lebih kurang 25 KM dari pusat kota (Muara Aman) dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat baik angkutan umum maupun pribadi dan kendaraan roda.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah juga tidak hanya pada sarana transportasi saja, namun pembangunan juga dilakukan terhadap beberapa sarana pendukung untuk liburan keluarga seperti rumah makan terapung yang menyajikan makanan khas Rejang yang diambil langsung dari Danau Tes.
Sayangnya, pembangunan sarana rumah makan terapung yang diharapkan mampu untuk menggenjot peningkatan wisatawan domestik bahkan manca negara ini, saat ini dalam kondisi yang sangat memperihatinkan karena tak terjaga dengan baik.
Sebagai danau terluas di Provinsi Bengkulu, Danau Tes bukan hanya menjadi kebanggaan bagi daerah. Terlebih bagi masyarakat di sekitar danau, keberadaan aset wisata ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.
Selama ini, Danau Tes hanya ramai dikunjungi ketika hari libur. Namun banyak juga remaja yang tampak mangkal setiap sore hari untuk melepaskan jenuh. Berbagi bersama alam. Mungkin inilah kesan yang ingin didapat pengunjung. Didukung dengan pemandangan sejuk, Danau Tes memberikan daya tarik tersendiri untuk melepaskan penat.
Sebagai langkah memberdayakan potensi ini, Pemkab Lebong melalui Dinas Pariwisata, Budaya dan Perhubungan berencana akan mengembangkan aset ini. Tahun 2011 ini, pengembangan akan dilakukan guna meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Beberapa langkah yang saat ini sedang dirancang yakni mendirikan rumah makan terapung yang akan menyajikan makanan khas Rejang. Selain itu, di Desa Kota Donok akan dibangun usaha rakyat yang akan menjual kerajinan tangan dan makanan khas. Bahkan Pemkab juga akan berupaya mengembangkan olahraga air di danau tersebut.
"Mudah-mudahan rencana kita ini akan terealisasi. Sehingga tak hanya memberikan pendapatan bagi daerah, tapi juga meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat," ujar Kadisparbudhub Lebong Drs Yustin Hendri. (Debi Antoni - Radar Uatara)


Asal Muasal Danau Tes dan Ular Kepala Tujuh

LEBONG adalah salah satu nama kabupaten di Provinsi Bengkulu, Indonesia. Konon, di daerah ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Kutei Rukam. Pada suatu hari, keluarga kerajaan ini dilanda kepanikan luar biasa, karena putra mahkota menghilang pada saat melakukan prosesi upacara mandi bersama dengan calon istrinya di Danau Tes. Hilang kemanakah putra mahkota dengan istrinya? Temukan jawabannya dalam cerita Legenda Ular Kepala Tujuh berikut ini.

* * *

Alkisah, di sebuah daerah di Bengkulu, berdiri sebuah kerajaan bernama Kutei Rukam yang dipimpin oleh Raja Bikau Bermano. Raja Bikau Bermano mempunyai delapan orang putra. Pada suatu waktu, Raja Bikau Bermano melangsungkan upacara perkawinan putranya yang bernama Gajah Meram dengan seorang putri dari Kerajaan Suka Negeri yang bernama Putri Jinggai. Mulanya, pelaksanaan upacara tersebut berjalan lancar. Namun, ketika Gajah Meram bersama calon istrinya sedang melakukan upacara prosesi mandi bersama di tempat pemandian Aket yang berada di tepi Danau Tes, tiba-tiba keduanya menghilang. Tidak seorang pun yang tahu ke mana hilangnya pasangan itu.
Sementara itu di istana, Raja Bikau Bermano dan permaisurinya mulai cemas, karena Gajah Meram dan calon istrinya belum juga kembali ke istana. Oleh karena khawatir terjadi sesuatu terhadap putra dan calon menantunya, sang Raja segera mengutus beberapa orang hulubalang untuk menyusul mereka. Alangkah terkejutnya para hulubalang ketika sampai di tepi danau itu tidak mendapati Gajah Meram dan calon istrinya. Setelah mencari di sekitar danau dan tidak juga menemukan mereka berdua, para hulubalang pun kembali ke istana.
“Ampun, Baginda! Kami tidak menemukan putra mahkota dan Putri Jinggai,” lapor seorang hulubalang.
“Apa katamu?” tanya sang Raja panik.
“Benar, Baginda! Kami sudah berusaha mencari di sekitar danau, tapi kami tidak menemukan mereka,” tambah seorang hulubalang lainnya sambil memberi hormat.
“Ke mana perginya mereka?” tanya sang Raja tambah panik.
“Ampun, Baginda! Kami juga tidak tahu,” jawab para utusan hulubalang serentak.
Mendengar jawaban itu, Raja Bikau Bermano terdiam. Ia tampak gelisah dan cemas terhadap keadaan putra dan calon menantunya. Ia pun berdiri, lalu berjalan mondar-mandir sambil mengelus-elus jenggotnya yang sudah memutih.
“Bendahara! Kumpulkan seluruh hulubalang dan keluarga istana sekarang juga!” titah sang Raja kepada bendahara.
“Baik, Baginda!” jawab bendahara sambil memberi hormat.
Beberapa saat kemudian, seluruh hulubalang dan keluarga istana berkumpul di ruang sidang istana.
“Wahai, rakyatku! Apakah ada di antara kalian yang mengetahui keberadaan putra dan calon menantuku?” tanya Raja Bikau Bermano.
Tidak seorang pun peserta sidang yang menjawab pertanyaan itu. Suasana sidang menjadi hening. Dalam keheningan itu, tiba-tiba seorang tun tuai (orang tua) kerabat Putri Jinggai dari Kerajaan Suka Negeri yang juga hadir angkat bicara.
“Hormat hamba, Baginda! Jika diizinkan, hamba ingin mengatakan sesuatu.”
“Apakah itu, Tun Tuai! Apakah kamu mengetahui keberadaan putraku dan Putri Jinggai?” tanya sang Raja penasaran.
“Ampun, Baginda! Setahu hamba, putra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang bertahta di bawah Danau Tes,” jawab tun tuai itu sambil memberi hormat.
“Raja Ular itu sangat sakti, tapi licik, kejam dan suka mengganggu manusia yang sedang mandi di Danau Tes,” tambahnya.
“Benarkah yang kamu katakan itu, Tun Tuai?” tanya sang Raja.
“Benar, Baginda!” jawab tun tuai itu.
“Kalau begitu, kita harus segera menyelamatkan putra dan calon menantuku. Kita tidak boleh terus larut dalam kesedihan ini,” ujar sang Raja.
“Tapi bagaimana caranya, Baginda?” tanya seorang hulubalang.
Sang Raja kembali terdiam. Ia mulai bingung memikirkan cara untuk membebaskan putra dan calon menantunya yang ditawan oleh Raja Ular di dasar Danau Tes.
“Ampun, Ayahanda!” sahut Gajah Merik, putra bungsu raja.
“Ada apa, Putraku!” jawab sang Raja sambil melayangkan pandangannya ke arah putranya.
“Izinkanlah Ananda pergi membebaskan abang dan istrinya!” pinta Gaja Merik kepada ayahandanya.
Semua peserta sidang terkejut, terutama sang Raja. Ia tidak pernah mengira sebelumnya jika putranya yang baru berumur 13 tahun itu memiliki keberanian yang cukup besar.
“Apakah Ananda sanggup melawan Raja Ular itu?” tanya sang Raja.
“Sanggup, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
“Apa yang akan kamu lakukan, Putraku? Abangmu saja yang sudah dewasa tidak mampu melawan Raja Ular itu,” ujar sang Raja meragukan kemampuan putra bungsunya.
“Ampun, Ayahanda! Ananda ingin bercerita kepada Ayahanda, Ibunda, dan seluruh yang hadir di sini. Sebenarnya, sejak berumur 10 tahun hampir setiap malam Ananda bermimpi didatangi oleh seorang kakek yang mengajari Ananda ilmu kesaktian,” cerita Gajah Merik.
Mendengar cerita Gajah Merik, sang Raja tersenyum. Ia kagum terhadap putra bungsunya yang sungguh rendah hati itu. Walaupun memiliki ilmu yang tinggi, ia tidak pernah memamerkannya kepada orang lain, termasuk kepada keluarganya.
“Tapi, benarkah yang kamu katakan itu, Putraku?” tanya sang Raja.
“Benar, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
“Baiklah! Besok kamu boleh pergi membebaskan abangmu dan istrinya. Tapi, dengan syarat, kamu harus pergi bertapa di Tepat Topes untuk memperoleh senjata pusaka,” ujar sang Raja.
“Baik, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
Keesokan harinya, berangkatlah Gajah Merik ke Tepat Topes yang terletak di antara ibu kota Kerajaan Suka Negeri dan sebuah kampung baru untuk bertapa. Selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik bertapa dengan penuh konsentrasi, tidak makan dan tidak minum. Usai melaksanakan tapanya, Gajah Merik pun memperoleh pusaka berupa sebilah keris dan sehelai selendang. Keris pusaka itu mampu membuat jalan di dalam air sehingga dapat dilewati tanpa harus menyelam. Sementara selendang itu dapat berubah wujud menjadi pedang.
Setelah itu, Gajah Merik kembali ke istana dengan membawa kedua pusaka itu. Namun, ketika sampai di kampung Telang Macang, ia melihat beberapa prajurit istana sedang menjaga perbatasan Kerajaan Kutei Rukam dan Suka Negeri. Oleh karena tidak mau terlihat oleh prajurit, Gajah Merik langsung terjun ke dalam Sungai Air Ketahun menuju Danau Tes sambil memegang keris pusakanya. Ia heran karena seakan-seakan berjalan di daratan dan sedikit pun tidak tersentuh air.
Semula Gajah Merik berniat kembali ke istana, namun ketika sampai di Danau Tes, ia berubah pikiran untuk segera mencari si Raja Ular. Gajah Merik pun menyelam hingga ke dasar danau. Tidak berapa lama, ia pun menemukan tempat persembunyian Raja Ular itu. Ia melihat sebuah gapura di depan mulut gua yang paling besar. Tanpa berpikir panjang, ia menuju ke mulut gua itu. Namun, baru akan memasuki mulut gua, tiba-tiba ia dihadang oleh dua ekor ular besar.
“Hai, manusia! Kamu siapa? Berani sekali kamu masuk ke sini!” ancam salah satu dari ular itu.
“Saya adalah Gajah Merik hendak membebaskan abangku,” jawab Gaja Merik dengan nada menantang.
“Kamu tidak boleh masuk!” cegat ular itu.
Oleh karena Gajah Merik tidak mau kalah, maka terjadilah perdebatan sengit, dan perkelahian pun tidak dapat dihindari. Pada awalnya, kedua ular itu mampu melakukan perlawanan, namun beberapa saat kemudian mereka dapat dikalahkan oleh Gajah Merik.
Setelah itu, Gajah Merik terus menyusuri lorong gua hingga masuk ke dalam. Setiap melewati pintu, ia selalu dihadang oleh dua ekor ular besar. Namun, Gajah Merik selalu menang dalam perkelahian.
Ketika akan melewati pintu ketujuh, tiba-tiba Gajah Merik mendengar suara tawa terbahak-bahak.
“Ha... ha... ha..., anak manusia, anak manusia!”
“Hei, Raja Ular! Keluarlah jika kau berani!” seru Gajah Merik sambil mundur beberapa langkah.
Merasa ditantang, sang Raja Ular pun mendesis. Desisannya mengeluarkan kepulan asap. Beberapa saat kemudian, kepulan asap itu menjelma menjadi seekor ular raksasa.
“Hebat sekali kau anak kecil! Tidak seorang manusia pun yang mampu memasuki istanaku. Kamu siapa dan apa maksud kedatanganmu?” tanya Raja Ular itu.
“Aku Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kutei Rukam,” jawab Gajah Merik.
“Lepaskan abangku dan istrinya, atau aku musnahkan istana ini!” tambah Gajah Merik mengancam.
“Ha... ha.... ha...., anak kecil, anak kecil! Aku akan melepaskan abangmu, tapi kamu harus penuhi syaratku,” ujar Raja Ular.
“Apa syarat itu?” tanya Gajah Merik.
“Pertama, hidupkan kembali para pengawalku yang telah kamu bunuh. Kedua, kamu harus mengalahkan aku,” jawab Raja Ular sambil tertawa berbahak-bahak.
“Baiklah, kalau itu maumu, hei Iblis!” seru Gajah Merik menantang.
Dengan kesaktian yang diperoleh dari kakek di dalam mimpinya, Gajah Merik segera mengusap satu per satu mata ular-ular yang telah dibunuhnya sambil membaca mantra. Dalam waktu sekejap, ular-ular tersebut hidup kembali. Raja Ular terkejut melihat kesaktian anak kecil itu.
“Aku kagum kepadamu, anak kecil! Kau telah berhasil memenuhi syaratku yang pertama,” kata Raja Ular.
“Tapi, kamu tidak akan mampu memenuhi syarat kedua, yaitu mengalahkan aku. Ha... ha... ha....!!!” tambah Raja Ular kembali tertawa terbahak-bahak.
“Tunjukkanlah kesaktianmu, kalau kamu berani!” tantang Gajah Merik.
Tanpa berpikir panjang, Raja Ular itu langsung mengibaskan ekornya ke arah Gajah Merik. Gajah Merik yang sudah siap segera berkelit dengan lincahnya, sehingga terhindar dari kibasan ekor Raja Ular itu. Perkelahian sengit pun terjadi. Keduanya silih berganti menyerang dengan mengeluarkan jurus-jurus sakti masing-masing.  Perkelahian antara manusia dan binatang itu berjalan seimbang.
Sudah lima hari lima malam mereka berkelahi, namun belum ada salah satu yang terkalahkan. Ketika memasuki hari keenam, Raja Ular mulai kelelahan dan hampir kehabisan tenaga. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Gajah Merik. Ia terus menyerang hingga akhirnya Raja Ular itu terdesak. Pada saat yang tepat, Gajah Merik segera menusukkan selendangnya yang telah menjelma menjadi pedang ke arah perut Raja Ular.
“Aduuuhh... sakiiit!” jerit Raja Ular menahan rasa sakit.
Melihat Raja Ular sudah tidak berdaya, Gajah Merik mundur beberapa langkah untuk berjaga-jaga siapa tahu raja ular itu tiba-tiba kembali menyerangnya.
“Kamu memang hebat, anak kecil! Saya mengaku kalah,” kata Raja Ular.
Mendengar pengakuan itu, Gajah Merik pun segera membebaskan abangnya dan Putri Jinggai yang dikurung dalam sebuah ruangan.
Sementara itu di istana, Raja Bikau Bermano beserta seluruh keluarga istana dilanda kecemasan. Sudah dua minggu Gajah Merik belum juga kembali dari pertapaannya. Oleh karena itu, sang Raja memerintahkan beberapa hulubalang untuk menyusul Gajah Merik di Tepat Topes. Namun, sebelum para hulubalang itu berangkat, tiba-tiba salah seorang hulubalang yang ditugaskan menjaga tempat pemandian di tepi Danau Tes datang dengan tergesa-gesa.
“Ampun, Baginda! Gajah Merik telah kembali bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai,” lapor hulubalang.
“Ah, bagaimana mungkin? Bukankah Gajah Merik sedang bertapa di Tepat Topes?” tanya baginda heran.
“Ampun, Baginda! Kami yang sedang berjaga-jaga di danau itu juga terkejut, tiba-tiba Gajah Merik muncul dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Rupanya, seusai bertapa selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik langsung menuju ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah Meram dan Putri Jinggai,” jelas hulubalang itu.
“Ooo, begitu!” jawab sang Raja sambil tersenyum.
Tidak berapa lama kemudian, Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai datang dengan dikawal oleh beberapa hulubalang yang bertugas menjaga tempat pemandian itu. Kedatangan mereka disambut gembira oleh sang Raja beserta seluruh keluarga istana.
Kabar kembalinya Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar ke seluruh pelosok negeri dengan cepat. Untuk menyambut keberhasilan itu, sang Raja mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Setelah itu, sang Raja menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Meram. Namun, Gajah Meram menolak penyerahan kekuasaan itu.
“Ampun, Ayahanda! Yang paling berhak atas tahta kerajaan ini adalah Gajah Merik. Dialah yang paling berjasa atas negeri ini, dan dia juga yang telah menyelamatkan Ananda dan Putri Jinggai,” kata Gajah Meram.
“Baiklah, jika kamu tidak keberatan. Bersediakah kamu menjadi raja, Putraku?” sang Raja kemudian bertanya kepada Gajah Merik.
“Ampun, Ayahanda! Ananda bersedia menjadi raja, tapi Ananda mempunyai satu permintaan,” jawab Gajah Merik memberi syarat.
“Apakah permintaanmu itu, Putraku?” tanya sang Raja penasaran.
“Jika Ananda menjadi raja, bolehkah Ananda mengangkat Raja Ular dan pengikutnya menjadi hulubalang kerajaan ini?” pinta Gajah Merik.
Permintaan Gajah Merik dikabulkan oleh sang Raja. Akhirnya, Raja Ular yang telah ditaklukkannya diangkat menjadi hulubalang Kerajaan Kutei Rukam.
Kisah petualangan Gajah Merik ini kemudian melahirkan cerita tentang Ular Kepala Tujuh. Ular tersebut dipercayai oleh masyarakat Lebong sebagai penunggu Danau Tes. Sarangnya berada di Teluk Lem sampai di bawah Pondok Lucuk. Oleh karena itu, jika melintas di atas danau itu dengan menggunakan perahu, rakyat Lebong tidak berani berkata sembrono. (Debi Antoni - Radar Utara)
Sumber: Cerita Rakyat Nusantara

Pantai Letak Ilir Tak Kalah dengan Bali







Pantai Retak Ilir Tak Kalah dengan Bali
Potensi, Tapi Belum Dilirik

PROVINSI Bengkulu terkenal dengan wisata Pantai Panjang yang saat ini pembangunannya sedang giat dilakukan. Selain Pantai Panjang, sebenarnya masih banyak pantai di wilayah Bengkulu yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu contoh diantaranya yakni Pantai Desa Retak Ilir Kecamatan Ipuh Mukomuko. Dilihat dari potensinya, aset ini tak kalah dengan Pantai Kute Bali. Namun sayangnya, hingga saat ini potensi itu belum tergarap maksimal.
Ketika Tim Radutraveling menyambangi aset wisata ini, keindahan kawasan Pantai Retak Ilir masih tersembunyi diantara suasana alami. Bahkan pantai ini masih memiliki dan menyimpan vegetasi endemik (tanaman lokal, red). Menariknya lagi, ketika kami sedang berada di lokasi, di pantai ini juga masih terdapat jenis burung kangkareng perut-putih (anthoracoceros albirostis) yang suara dan kepakan sayapnya sanggup menggetarkan dedaunan vegetasi di sepanjang bibir pantai. Kesan panorama indah dan natural memang cukup bisa dirasakan di wilayah ini. Apalagi, masih banyak jenis kera yang melintas di badan jalan menuju desa.
Untuk menempuh lokasi pantai, Tim Radutraveling harus menempuh jarak lebih kurang sekitar 10 Km dengan jalan masih berupa hamparan koral. Namun kondisi ini tidak menghentikan laju kendaraan yang berjalan teratur. Tiba di pemukiman warga, kami langsung menuju rumah Kades Retak Ilir, Arian Tobing.
Dengan ditemani salah satu tokoh masyarakat yang merupakan mantan Kades Retak Ilir, M Izhar, rombongan kemudian langsung menuju kawasan Pantai Retak Ilir yang mempunyai potensi wisata dengan kawasan pantai terbentang sepanjang 3 Km.
Saat sampai di kawasan pantai sambil berjalan kaki, Arian Tobing menuturkan, secara tidak langsung kawasan pantai ini sudah menjadi tempat wisata karena pantai ini merupakan satu-satunya kawasan pantai khususnya di Kecamatan Ipuh yang masih memiliki kawasan hutan alami. Selain itu, lokasi ini juga menjadi tempat pelepasan penyu secara simbolis baik oleh kalangan pejabat maupun donatur penangkaran yang juga turut peduli dengan kelestarian penyu.
Untuk diketahui, kawasan Pantai Retak Ilir terbagi dua. Selain Pantai Retak disini juga ada kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Air Hitam yang lebih dikenal dengan kawasan konservasi karena merupakan tempat pendaratan penyu. Tapi kawasan TWA itu tidak sebebas kawasan pantai, karena keramaian pengunjung bisa menyebabkan terganggunya habitat penyu.
Menariknya lagi, kawasan TWA Air Hitam yang terbentang masuk dalam kawasan Desa Retak Ilir sepanjang 7 Km juga terdapat bumi perkemahan dan menyimpan beberapa buah danau masing-masing Danau Nipah, Kahar, Kandang, Pak Haji, Mujair, Ikan Jantan dan yang paling terkenal adalah Danau Dangot yang saat ini disebut-sebut masih menyimpan buaya liar.
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh menyelusuri kawasan pantai, kami sempat beristirahat sejenak di tempat penangkaran penyu satu-satunya di Provinsi Bengkulu ini. Kondisi penangkaran tersebut masih sangat sederhana sekali, namun dengan kondisi itulah warga setempat menunjukkan kecintaan mereka untuk terus melestarikan hewan langka yang mulai terancam punah. (Doni Aftarizal- Radar Utara)